Senin, 31 Mei 2010

LIPUTAN KHUSUS

Bergulirnya Roda Demokrasi
“Kongres BLM Menjadi Jawaban”


Roda politik di Unilak kembali bergulir setelah stagnan selama dua tahun. Dukungan penuh yang diberikan oleh seluruh jajaran rektorat kepada aktivis mahasiswa untuk menghidupkan kembali suasana demokrasi internal ini menjadi sebuah prestasi yang ditorehkan Unilak dalam mencerdaskan mahasiswanya.

Banyak mahasiswa yang mempertanyakan hasil pemira Oktober silam dan kelanjutannya. Karena menyinggung statement yang disampaikan oleh Sudi Fahmi Rektor Unilak dalam Visi Edisi 38 lalu bahwa Presidium Mahasiswa (Presma) akan dilantik bersama pelantikan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unilak Januari silam, ternyata nihil.

Pendukung Indra-Jemmy akhirnya bernafas lega. Penantian selama tujuh bulan akhirnya terjawab. Andukot Ismail, mahasiswa Fakultas Hukum menjadi pelopor penggerak bangkitnya kehidupan organisasi di kampus melalui eksisnya Badan Legislatif Mahasiswa (BLM). Karena mandegnya BLM Universitas selama dua periode ini ditenggarai menjadi batu sandungan mensahkan pasangan capres dan cawapres yang terpilih. Pria kurus, tinggi dan ramah ini ditunjuk menjadi panitia pelaksana Kongres BLM Unilak.

Andukot begitu kerap disapa saat ditemui Visi pekan lalu mengatakan,”Didalam kongres BLM ini ada tiga agenda yang dibahas yaitu Pemilihan Ketua BLM Universitas, Amandemen Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) BLM dan Penetapan SK Presiden”
Melalui kongres BLM Universitas yang berlangsung Sabtu, 22 Mei 2010 berjalan cukup lancar. Kandidat yang maju dalam perebutan kursi legislative ini hanya dua yaitu Nur Hadiah (FKIP) dan Andukot Ismail (Fakultas Hukum). Namun, dalam pemilihan akhirnya Andukot terpilih secara aklamasi menjadi Ketua BLM Unilak periode 2010-2011. Karena lawannya mengundurkan diri dari perebutan kursi panas.

Sebelum berlangsungnya kongres ini, saat ditemui Visi (20/05) lalu, Andukot mengatakan rasa prihatinnya terhadap organisasi mahasiswa sekarang ini. Terutama terhadap hasil Pemira yang keputusannya tak jua mengerucut.
“Secara de facto pasangan Indra-Jemmy memang terpilih sebagai pemenang Pemira, namun secara de jure belum sah sebagai Presma dan Wapresma. Karena itu nasib kedua pasangan ini akan terjawab dalam kongres,” ujarnya.

Dalam penetapan Surat Keputusan Badan Eksekutif Mahasiswa ini ia menyerahkan semua keputusan kepada peserta kongres yang mempunyai hak suara. Jika kongres secara absolute mengatakan bahwa Pemira tidak sah maka keputusan ini menjadi jawaban puncaknya. Namun, jika akhirnya ditetapkan bahwa pemira sah maka BLM berkewajiban untuk mengeluarkan SK Capres dan Wapres.

Kesabaran Berbuah Hasil
Sabar itu indah, dan pucak dari kesabaran itu akhirnya menjadi jawaban bagi masa depan organisasi mahasiswa Unilak. Meski terkesan adem ayem dan tak melakukan aksi frontal terhadap dirinya yang terjegal sebagai Presidium Mahasiswa (Presma), Indra Sani menjawab dengan diplomatis.

“ Hanya menunggu kepastian,” demikian ungkapnya secara singkat. Karena menurutnya aksi frontal dan anarkis bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Untuk itu ia lebih memilih jalan diplomasi sebagai jalan mencari solusi.
“Semua kembali pada rektorat, sedangkan BAP telah ada hanya menunggu kepastian saja karena yang penting adalah kekompakan,” terangnya.

Penentuan solusi yang memakan waktu lebih dari satu semester ini disikapi Indra dengan bijak. Menurutnya upaya – upaya telah dilakukannya langsung kepada rektorat setelah kubunya menang pada Pemira lalu. Namun, secara yuridis Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) tetap bergeming untuk mensahkan hasilnya.

Indra hanya menyesali keputusan sepihak yang jelas merugikanya. Terkatung – katung nya keputusan ini membuat dirinya tak dapat melakukan kegiatan atas nama BEM Unilak. Karena akan dianggap aksi illegal. Padahal tawaran dari berbagai pihak telah banyak datang kepadanya untuk melakukan kerjasama. Ia hanya dapat gigit jari melihat tanpa bisa bertindak. Secara de facto Indra dan Jemmy keluar sebagai pemenang Pemira, tapi secara administratif tidak karena SK belum keluar.

Meskipun pria asal Fakultas Ekonomi (Fekon) ini kerap menghadiri event berskala nasional, tapi tidak dalam kapasitas dirinya sebagai Presiden Mahasiswa (Presma) Unilak, hanya sebagai utusan dari Unilak. Ia tidak ingin mengclaim dirinya sebagai Presmanilak sebelum ada pengakuan secara resmi.

Ia menilai perdebatan dan pergolakan yang terjadi dikalangan mahasiswa merupakan imbas dari belum dewasanya mahasiswa berpolitik. Ia tidak menginginkan adanya pebedaan antara yang kalah dan menang. Dan berharap semua mahasiswa bahu membahu membesarkan dan membangun Unilak tak hanya di level daerah tapi di tingkat nasional.

“ Belum menjabat sebagai Presma Unilak bagaimana memperjuangkan mahasiswa?”, ungkap Indra Sani pada Visi.

Dengan aktivnya BLM Universitas, otomatis nasib Indra-Jemmy terjawab sudah. Hasil Kongres BLM Universitas mensahkan pasangan ini menjadi Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa Unilak periode 2010-2011 melalui SK BLM Universitas No. 06/KPTS/M-BLM-ULK/2010 yang disahkan oleh Andukot Ismail, Noni Hermanto dan Purwanto. Rencananya pelantikan pasangan ini akan berlangsung Sabtu (29/05) mendatang.

Dalam bergulirnya poses demokrasi membutuhkan waktu yang cukup panjang. Terutama untuk Unilak karena Pemira ini merupakan pesta demokrasi kedua yang dirasakan mahasiswa. Karena sebelumnya pemilihan dilakukan melalui sistem kongres.
“Ini adalah harga mahal yang dicapai dalam sebuah proses demokrasi,” ucapnya menyikapi hasil Kongres BLM Sabtu lalu..

Saat disinggung upaya yang akan dilakukannya dalam menghidupkan kembali atmosfir berorganisasi di kampus, Indra menuturkan ada tiga upaya yang direncanakan yaitu membuat kotak kritik dan saran ditiap fakultas agar mahasiswa dapat menyampaikan keluhannya untuk menjadi masukan bagi BEM, menjalin komunikasi dan kerjasama dengan Alumni Unilak serta membangun dialog secara terbuka antara Universitas, mahasiswa dan seluruh komponen organisasi di Unilak. Supayatercipta komunikasi dua arah yang cukup efektif untuk bersama membangun Unilak.

UKM Masuk Dalam Struktur Pemerintahan Mahasiswa

Perubahan besar akan berimbas kepada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) karena wadah aspirasi mahasiswa sesuai hobi ini akan berada dibawah naungan Badan Eksekutiv Mahasiswa (BEM) Unilak. Karena dari hasil kongres tersebut diperoleh kesepakatan bahwa SK UKM akan dikeluarkan langsung oleh BEM. Semua kinerja dan pengawasan akan dilakukan oleh BEM. Sehingga setiap kegiatan yang dilakukan oleh UKM harus dilaporkan terlebih dahulu kepada BEM. Lazimnya organisasi yang berhubungan dengan mahasiswa ini berada dibawah bimbingan Pembantu Rektor (PR III).

Menurut Indra Sani perubahan sistem ini dilakukan untuk menghidupkan kembali UKM yang selama ini nasibnya seperti kerakap diatas batu “mati segan hiduppun tak mau”. Bila UKM tersebut vakum BEM dapat melakukan pemanggilan kepada pengurus mengenai penyebab vakum dan masalah yang dihadapi. Sehingga dengan adanya komunikasi ini akan didapat solusi.
“BEM tidak akan mengintervensi apapun karya dan kreasi dari masing – masing UKM. Namun, hanya melakukan kontrol agar semua unit – unit tersebut bisa berjalan sesuai fungsinya,” ungkap Indra.

Menurutnya dengan pengawasan dan teguran bagi unit yang tak bekerja akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih besar kepada organisasi. Karena itu ia berusaha dalam satu tahun ke depan pemerintahan yang dibangunnya bisa berjalan dengan efektiv.

Termasuk dengan kegiatan yang dilaksanakan. Terutama menyangkut pencarian dana, tak hanya ditanggung oleh UKM tapi BEM akan berupaya untuk mencarikan solusi dengan jaringan yang dimiliknya.

Selain itu, bila BEM tidak bekerja maka BLM yang akan menegur. Sehingga diharapkan semua sistem ini secara perlahan dapat berjalan sesuai pada koridornya.
Pembelajaran organisasi ini secara tak langsung menjadi tempat pembelajaran bagi mahasiswa untuk cerdas tak hanya dalam pendidikan tapi juga dalam manajemen dan organisasi.
Harapan terbesar, tentunya janji – janji politik harus terealisasi. Tak hanya sekedar ucapan semata tapi aplikasi secara nyata yang dibutuhkan
“Keputusan masing – masing UKM untuk memilih pengurus atau melaksanakan rangkaian kegiatan akan dihargai BEM. Tidak akan ada upaya untuk menyulitkan kawan – kawan karena dengan berhimpun maka bila ada beban yang berat tidak akan ditanggung sendiri,” ungkap Indra.
Akankah mampu BEM memperjuangkan nasib UKM? Terutama mengenai fasilitas, dana rutin operasional, penggalangan dana untuk setiap event dan bagaimana membangun komunikasi yang efektif?

Sementara itu, Andukot Ismail saat dihubungi Visi mengatakan bahwa masuknya UKM dalam pemerintahan mahasiswa sesuatu hal yang wajar. Namun, pembahasan secara khusus untuk merumuskan lebih dalam bagaimana sistem dan aturannya dibutuhkan waktu yang cukup lama.
“Jika ada yang merasa kurang setuju atau sesuai, semua itu bisa diamandemen kembali. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” balasnya singkat.

Hadirnya Andukot karena ia menilai titik puncak eksisnya politik mahasiswa dan pergerakannya berasal dari BLM dan BEM.

Terutama untuk menciptakan kaderisasi yang tangguh, cerdas dan cakap. Karena tak mudah untuk bisa mengcover seluruh UKM yang terdiri dari sembilan jenis dengan formasi yang berbeda – beda. Tantangan ini akan menjadi tanggung jawab dari BEM. Bagaimana perjuangan BEM untuk UKM, mahasiswa dan hak – haknya? Aksi dan realisasi dari kawan – kawan ini akan ditunggu oleh rekan – rekan mahasiswa.

Lebih lanjut Andukot mengatakan bahwa Tugas utama yang harus dilakukan saat ini adalah menempatkannya pada sistem dan aturan main yang jelas. Ia merasakan keprihatinan yang sangat dalam karena masalah Pemira ini terkatung - katung. Imbasnya tentu pada mahasiswa sendiri, yang tidak bisa belajar politik secara sehat.

Mengenai pengukuhan Indra dan Jemmy, ia mengatakan bahwa dari hasil Kongres BLM telah menetapkan bahwa Indra Sani dan Jemmy Astario menjadi Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa. Untuk pelatikannya tinggal menunggu kesiapan dari Rektor.
Sejalan dengan pelantikan BEM akn diawali dengan pelatikan BLM terlebih dahulu. Mengenai waktu pelaksanaan awallnya dijadwalkan Sabtu (29/05) mendatang, namun semua tergantung dari kesediaan waktu yang dimiliki rektor,

Ia berharap dengan adanya penetapan keputusan ini, akan berdampak baik untuk kehidupan berdemokrasi. Kalah dan menang cukup pada saat pemilihan, tapi tidak untuk selanjutnya.
Jika BEM dalam perjalanannya disalah gunakan, ia sebagaipemimpin BLM akan bertindak tegas untuk menindak lanjuti. Sehingga peranan BLM memang sesuai pada koridornya. Kredibilitas adalah nilai tertinggi dalam hidupnya. Karena itu jika tak sesuai pada fungsinya, maka ia yang akan pertama bertindak. Meskipun Pemira telah usai, persoalan – persoalan yang terjadi selama berlangsungnya event tersebut menjadi tanggung jawab bersama untuk merumuskan kembali guna didapat landasan yang kongkrit.

Kongres BLM bukanlah akhir dari semuanya, tapi awal dari tanggung jawab yan harus dipikul oleh BLM dan BEM untuk berjalan pada porosnya.
Karena setiap hasil yang telah diperoleh masa kini akan menjadi bekal bagi generasi muda yang akan meneruskan perjuangan mahasiswa. Semoga pemimpin – pemimpin negeri ini cikal bakalnya berasal dari Unilak, sehingga dapat menjadi inspirasi bagi almamater dan kebanggan bagi keluarga di Kampus Kuning. Semoga. •Visi (iy/re)

RUANG KAMPUS

Eksistensi Mahasiswa Ekonomi

Tak mau ketinggalan mahasiswa Fakultas EKonomi juga giat dengan aktivis kampusnya. Mahasiswa yang tergabung dalam jurusan Manajemen ini mengikuti Kongres HMMI (Himpunan Mahasiswa Manajemen Indonesia) di Bandung 15-19 Maret lalu.
Acara yang diikuti oleh 30 universitas dan berskala nasional ini, Fekon Unilak mengirim dua orang utusan yaitu Purwanto dan Indrasani. Dalam kongres ini HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Unilak secara sah menjadi anggota biasa.
Kongres ini berada berlangsung di Universitas Pasundan Bandung dan YPKP Bandung.Tak hanya itu, dalam Rakernas yang akan berlangsung 22 Agustus mendatang Indrasani terpilih sebagai Presidium Sidang HMMI di Malang. Sementara itu dari Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Akuntansi, juga mengadakan Rakernas (Rapat Kerja Nasional) yang berlangsung pada 4-7 Mei lalu.
Kriswinarto yang tergabung dalam HMJ ini mengatakan bahwa sebuah kehormatan bagi Unilak karena berlangsungnya event nasional di kampus ini. Masih dalam rangkaian acara yang sama berlangsung Seminar Nasional di Bank Indonesia (BI). Untuk tahap selanjutnya akan diadakan Kongres di Universitas Kristen Maranata Bandung.•Visi

RUANG KAMPUS

Gedung Baru FIA

Fakultas ilmu administrasi kini dengan giat meningkatkan pembangunan di Kampus FIA. Hal ini terlihat dari pembangunan dua gedung baru untuk kegiatan belajar mahasiswa fakultas ilmu administrasi

       Dekan fakultas ilmu administrasi Dra. Hj Hernimawati M, Si mengatakan bahwa dibangunnya kembali dua gedung adalah untuk mencukupi kebutuhan kegiatan belajar mengajar, karena selama ini FIA masih kekurangan ruang belajar karena banyaknya mahasiswa, terutama mahasiswa non reguler. Untuk semester dua saja terbagi tujuh kelas, semester empat tiga kelas, semester enam satu kelas dan semester delapan tiga kelas. Jadi kita sangat membutuhkan kelas belajar lagi. Terang dekan FIA

       Disinggung mengenai dana untuk pembiayaan pembangunan gedung ini, dekan menjelaskan bahwa pembangunan gedung tersebut membutuhkan dana senilai Rp. 285 juta. Dan dana tersebut bersih berasal dari khas fakiltas sendiri, tidak ada dari pihak lain, jelasnya.

       Hal senada juga disampaikan oleh PD II FIA Dra. Hj Prihati M, Si. Beliau mengatakan gedung yang sedang dibangun itu nanti yang akan dijadikan kantor TU yang lama akan dijadikan kelas, imbuhnya.

       Fakultas ilmu administrasi merupakan fakultas yang terdiri dari dua jurusan, yaitu jurusan administrasi negara dan administrasi niaga. Saat ini pihak facultas sedang gencar-gencarnya mengadakan promo untuk penerimaan mahasiswa baru tahun ini. Terutama jurusan adminisrasi niaga yang saat ini gencar untuk di promokan mengingat jurusan tersebut selama ini sedikit sekali mahasiswanya.Visi(cr1/as)

Rubrik : RUANG KAMPUS



Usia Muda

”Unjuk Kebolehan Via Bahasa ”

Puluhan mahasiswa dari berbagai universitas di Riau memasuki ruangan aula pustaka yang terletak tinggi disebrang jalan gedung Rektorat Universitas Lancang Kuning. Dengan mengenakan almamater kuning panitia menyambut hangat kedatangan mereka. Tepat pukul 08.00 wib mengawali pertemuan mahasiswa peserta Seminar and Debate Tournament British Parliamentary, Jum’at (2/4).
Kompetisi debat ini dilaksanakan selama tiga hari (2-4 April 2010). Hari pertama bertempat di aula pustaka Unilak dan disuguhi dengan seminar yang bertujuan untuk memberi bimbingan, motivasi dan arahan kepada peserta tentang bagaimana proses yang harus mereka lakukan dalam acara kompetisi yang merupakan program tahunan dikti ini. Hari berikutnya peserta berkompetisi mulai pukul 08.00 hingga pukul 18.00 wib dan bertempat di sembilan ruang kelas FKIP Unilak.
Debat ini ini menghadirkan 72 orang mahasiswa dari 12 Universitas yaitu UIR, UR (Universitas Riau), UIN, Persada Bunda, UPP (Universitas Pasir Pangaraian), UMRI, PCR, UNISI, STAI Tambusai dan Universitas lain yang ada di provinsi Riau. Peserta debat Bahasa Inggris ini bertarung didalam 32 team yang terdiri dari 2 mahasiswa di setiap teamnya. Pada kesempatan emas ini Unilak diwakili oleh 7 team. Untuk juri berasal dari UIR , PCR, UPP, dan UIN Tembilahan.
Debat british parliamentary ini terdiri dari 4 kategori, Opening Government (OG), Closing Government (CG), Opening Opposition (OO), dan Closing Government (CG).
Promotor Debate Syaifullah, M.Pd Kajur Bahasa Inggris FKIP, mengatakan iven ini diperuntukan bagi seluruh mahasiswa tidak hanya untuk mahasiswa FKIP Bahasa Inggris saja akan tetapi mahasiswa jurusan apapun dan Universitas manapun juga berhak untuk ikut andil dalam debate berbahasa inggris ini.
“Debate british parliamentary ini untuk seluruh mahasiswa baik itu bahasa inggris maupun tehnik apapun jurusannya itu dituntut yang pertama adalah daya critical thinking nya” kata syaifullah, ketika ditemui Visi pekan lalu.
Kompetisi yang bertujuan untuk menjalin hubungan silahturahmi ini merupakan program pertama dikti yang diadakan di Unilak.
“kebetulan kita salah satu personil dari Unilak dan karna ini adalah acara perdana, jadi team kita sepakat semuanya untuk melaksanakannya di Unilak, ada 4 orang yang menjadi team saya selaku ketua, bu Safenis dari UIR selaku sekretaris, pak Zainal dari PCR sebagai wakil dan bu asri dari Stikom selaku bendahara” kata Syaifullah menjelaskan.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa acara ini bukan hanya kompetisi yang sekali habis, akan ada kompetisi lanjutan dimana setelah program ini team yang lolos 8 besar akan dikirim ke Kopertis selanjutnya 4 team pemenang berikutnya di kirim ke Jakarta dan 2 team dikirim ke Qatar bagi Universitas swasta, sedangkan Universitas negri langsung dikirim ke Jakarta tingkat nasional dan bagi team yang lulus di jakarta langsung dikirim ke Qatar tingkat internasional.”peserta yang nantinya lulus pada tingkat nasional diberi jaminan oleh dikti yakni berupa lowongan kerja” kata ketua program debate provinsi Riau ini.
Menurut hasil laporan dari ketua panitia pelaksana turnamen debat, Rozi Alfian, mengatakan peserta yang masuk delapan besar diantaranya team dari PCR (Randi-Richard), UR (Diman-Dedi), Persada bunda (Kasman-dede), UIR (Ari-Agustim), 2 team Unilak (Wahyu-desi & Jenni-Inun), serta Anita-Mentari dan Danil-Alfan. Pemenang pertama diraih oleh team dari Persada Bunda, posisi runer-up diraih oleh team dari UR, dan sebagai kategori pemenang ketiga diraih oleh team dari Unilak.
Peserta debat (debater), Kasman mengatakan bahwa ia sangat bangga bisa mengikuti program debate perdana di Riau ini. “Saya sangat bangga karna program ini continuous, saya juga bangga bisa ketemu banyak teman banyak relasi juga disini tidak hanya dari persada bunda tapi dari seluruh Universitas di Riau, jadi kita bisa melihat performance mereka masing-masing itu sangat luar biasa” kata Kasman, mahasiswa semester 6 Persada Bunda selaku pemenang juara peratama. •Visi(oa/an)

Kamis, 06 Mei 2010

Feature

Bercermin Pada Beringin Indah
oleh Ivo Yasmiati

MENYUSURI jalan menuju kawasan SP-3, sejauh mata memandang yang terlihat hanya sawit. Tanaman penghasil minyak goreng ini, berbaris rapi layaknya shaf sembahyang. Berjarak 76 kilometer dari pusat ibukota Propinsi Riau, perjalanan menuju kawasan desa ini memakan waktu dua jam dengan rute Libo-Kandis-Minas-Pekanbaru. Desa ini salah satu proyek transmigrasi yang diberdayakan oleh Presiden Soeharto, untuk mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa.

Bau menyengat kotoran kambing cukup menusuk hidung saat memasuki gerbang desa. Jalan – jalan belum semuanya di aspal. Untuk sampai ke desa ini melewati kuburan warga yang luasnya tidak seberapa. Sayup – sayup telinga di sambut merdunya kicauan suara burung dan nyanyian belalang.

Perjuangan masyarakat transmigran ini luar biasa. Tahun 1985, warga Cianjur ini berangkat menuju Pekanbaru dengan pesawat Hercules milik TNI dan menuju pemukiman trans dengan menggunakan bus.

Desa Beringin Lestari, Kecamatan Tapung Hilir ini secara geografis masuk ke Kabupaten Kampar, terpisah tipis dengan Kabupaten Siak sekitar 5 kilometer. Perbatasan ini ditandai dengan pos satpam PT. Sinar Mas yang terletak di Sei Rokan.

Lahan seluas 1680 hektar ini, dulunya berupa hutan belantara. Yang hanya dilalui oleh truk – truk besar kayu balak, untuk mengambil bahan baku kertas. Area ini dikenal dengan perampok. Tidak ada tanda kehidupan, tidak ada penduduk, dan tidak ada penerangan. Sebanyak 150 kepala keluarga, diungsikan ke hutan rimba ini. Sebagian besar, awalnya merasa takut, getir dan menyesal telah merantau ke kampung tak bertuan ini.

Bila malam tiba, suasana sangat mencekam. Warga diselimuti ketakutan sangat tinggi. Terlebih tidak adanya listrik sebagai sumber penerang. Hal yang cukup menggembirakan hanya satu pembagian rumah secara gratis dan pemberian jatah kebutuhan pokok selama satu tahun yaitu beras, minyak, dan ikan asin.

Ntin Rukmini, wanita asal Cianjur ini mengatakan kehidupan warga sungguh sangat memprihatinkan. Karena dari tahun 1985 hingga 2000, kehidupan masyarakat sangat miris. “Banyak warga yang tidak tahan dengan keadaan ini, hingga memutuskan kembali ke Jawa. Karena tidak adalagi yang hendak dimakan. Bahkan sebagian besar menjual lahannya kepada pendatang,” terangnya menerawang jauh mengingat kenangan bersejarah dalam hidupnya.


Terutama saat adanya serangan gajah. Semula petani menanam kedelai. Hampir seluruh desa di hiasi tanaman kecambah. Namun, malang tak dapat ditolak mujur tak dapat diraih. Rombongan gajah membabi buta memasuki kampung hingga memakan hasil panen yang telah ditunggu oleh petani selama enam bulan. Serangan ini berlanjut hampir dua tahun.

Bila magrib tiba, tidak ada satupun warga yang berani untuk keluar. Masing – masing meringkuk dirumah untuk mencari aman. Karena takut bila mati diinjak gajah. Mata petani – petani ini hanya dapat melihat dengan menetes air mata, melihat gajah memakan dengan ganasnya tanaman mereka.

Gagal dengan panen kedelai, membuat petani ini beralih profesi menanam padi. Namun, lagi – lagi gajah beraksi, bila panen tiba kawanan gajah kembali mengusik petani. Hingga penderitaan semakin dalam. Dan jerat keputus asaan menyerang warga.

Petani kembali gigit jari dan hanya bersikap pasrah. Karena jumlah gajah yang menyerang kampung sangat banyak. Lebih dari 15 ekor dan mengobrak – abrik rumah penduduk. Keadaan pailit ini terbantu dengan bekerjanya sebagian besar petani di perusahaan sawit atau kertas milik perusahaan yang berada tak jauh dari desa seperti PT. Rama Bhakti, dan PT. Rokan.

Warga trans ini akhirnya bernafas lega, semenjak PT. Sinar Mas membuka lahan perkebunan ini membuat kawanan gajah tak lagi berkutik. Adanya larangan untuk membunuh satwa langka ini, membuat perusahaan harus menemukan strategi jitu. Upaya terakhir yang dilakukan dengan menggiring kawanan gajah ini menggunakan helicopter kearah hutan yang lebih jauh dari pemukiman gajah.

Lebih lanjut Ntin Rukmini, wanita asal Sunda ini mengatakan,”Keberhasilan yang dialami sekarang belum sebanding dengan penderitaan yang dulu dialami ketika pertama kali ke sini. Saya tidak ingin kembali lagi ke Cianjur karena desa ini telah memperbaiki keadaan ekonomi keluarga,” jawabnya dengan wajah berseri.

Setelah melalui perjuangan sangat pahit selama 15 tahun, akhirnya titik terang itu terlihat.
Sejak tahun 2000 petani kedelai ini beralih profesi menjadi petani sawit. Roda kehidupanpun berubah menjadi lebih baik. Bila harga sawit normal dengan kisaran Rp.1400,- per kilo pendapatan petani sebulan bisa mencapai 20 juta. Tak heran dengan financial yang cukup membaik, Desa Beringin Indah dipenuhi oleh rumah – rumah permanent dengan arsitektur yang cukup mewah sangat kontras dengan pemandangan daerah trans biasanya.

Masing – masing rumah dihiasi parabola, mobil, motor. Terlebih dengan adanya sekolah, masjid dan adanya generasi muda yang mengejar gelar sarjana. Dimata mereka, perbaikan financial yang dimiliki saat ini tetap membutuhkan pendidikan. Karena itu banyak anak – anak warga yang menempuh pendidikan di kota agar dapat memberikan sumbangsih bagi desa.

Menurut Wagiman, Sekdes Desa Beringin, meskipun secara kasat mata sebagian besar warga telah hidup makmur angka kemiskinan tak dapat dihindari. “Dari 1273 jiwa, angka kemiskinan mencapai 40 persen. Butuh perjuangan yang cukup tinggi untuk memperbaiki keadaan ini. Terlebih banyaknya warga baru yang berdatangan melihat keberhasilan warga,” ungkap pria yang pernah mengalami terusir dari Aceh.

Desa Beringin Indah sebagai potret keberhasilan pemerintah dalam memajukan daerah yang dulunya kota mati, hutan, gersang dan tidak ada kehidupan. Meskipun di dominasi suku Sunda dan Jawa, namun mereka dapat hidup berdampingan dengan harmonis.•Visi (ivo)

Puisi

BENCANA

Mata tak biasa kau sembunyikan
Rasa gundah atas pedihnya kehidupan
Masa lalu yang menyiksa kalbu
Terpancar pada matamu yang sayu

Kau adalah sentuhan nafas senja
Yang menggugurkan matahari jingga
Kau adalah awan kemasan

Yang menaburkan kenangan bersama angin sore
Hidup dinegri bencana……..
Menyimpan panas dan membelit kehidupan
Gempa menjadi detak nafas

Kemarau meratakan tanah pajak
Gunung berapi meletus menyebarkan awan panas
Baginya adalah hembusan nafas
Jantung terasa berdetak……

Sulit untuk membedakan
Apakah kita berjalan dipadang sabanb
Atau menebus hutan blantara.

Karya :

Ike Ismawati
(Kru Magang Visi)

RUBRIK SASTRA DAN BUDAYA

ASAL USUL DANAU TUKULUK
Cerita Pusaka dari Desa Muara Nikum Kec. Rambah Hilir Rokan Hulu Riau
Oleh: Muslim (Mahasiswa FIB)

Di negeri Rambah terdapat sebuah danau yang di beri nama Danau Tukuluk (selendang). Menurut cerita rakyat setempat, di danau itu pernah dikisahkan seorang wanita menggunakan tukuluk yang tenggelam di dalam nya. Danau Tukuluk mempunyai kisah yang menarik, menurut orang tua-tua begini kisahnya.

Ratusan tahun yang lalu,tidak berapa jauh dari kampung Muara Nikum, Kecamatan Rambah Hilir, Kabupaten Rokan Hulu. Konon kabarnya di Dusun Imau Noleh, hiduplah sepasang suami istri. Mereka hanya memiliki seorang anak perempuan, yang bernama Gadih. Mata pencarian mereka berladang dan menderes kebun karet milik orang lain. Setiap hari sang ayah dibantu oleh sang ibu., menderes*) dan membersihkan ladangnya.

Sejak kecil, Gadih selalu dimanjakan dan disayangi orang tuanya. Apapun permintaan Gadih selalu dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Karena selalu dimanja, Gadih tidak bisa bekerja dan memasak. Ia menjadi anak yang pemalas, ia tak pernah membantu orang tuanya di rumah. Ia lebih suka bermain dan berfoya-foya layaknya orang kaya. Ibarat bidal orang melayu, “gaya, gaya barat, lagu, lagu salung. Hidup melarat, tak tahu di untung.” itulah bidal yang sesuai untuk Gadih.

Setiap kali pulang bekerja di ladang, sang Ibu tidak pernah melihat rumahnya bersih, piring-piring di dapur selalu kotor. Jangankan memasak nasi, setitik air pun tak pernah dimasakkan oleh Gadih. Berulang ulang orang tuanya menasehatinya. Namun Gadih tak pernah berubah.
Bulan berganti bulan,tahun berganti tahun. Sang Ayah pun meninggal dunia. Beban berat biasa nya ditangggung berdua, sekarang terpikul di pundak sang Ibu. Mengayuh biduk rumah tangga, menempuh lautan kehidupan menghadang ombak dan gelombang. Oleh karena itu, untuk menghidupi dirinya dan si Gadih, ibu harus membanting tulang. Bisa dikatakan, setiap hari ibu bekerja di ladang peninggalan suaminya. Ia pun sering mengambil upah di ladang orang lain.

Suatu malam, sang ibu meminta Gadih untuk membantunya. “Dih…, padi di ladang sudah menguning. Kita harus segera menuainya, kalau tidak, habislah padi kita dimakan pipit, Nak…”. “Malas ke ladang, panas” ujar Gadih “Bantulah Mak, Nak. Biar cepat selesai. Kalau Emak bawa orang lain, Mak tak punya uang untuk membayarnya, nak.” “Aku akan ke ladang besok, tapi Mak harus membelikan aku tukuluk*) yang baru” ujarnya. “Terserah kau lah, Nak. Yang penting bantu Emak menuai. Sudah selesai, padinya kita jual. Separuh hasilnya untuk kebutuhan kita. Separuh nya lagi untuk acara seratus hari almarhum ayahmu.” Ujar sang ibu sambil menganyam tikar, yang hampir selesai.

“Dih, masakkan air, untuk kita bawa besok pagi” pinta sang ibu. “Emak saja, lah. Aku mau main” jawab Gadih, sembari keluar rumah.

Keesokannya hari nya, sebelum terbit fajar, sang ibu telah bangun. Ibu mulai memasak, menyiapkan bekal dan peralatan yang akan dibawa ke ladang. Setelah selasai, ibu membangunkan Gadih. “Ayo kita berangkat Nak” ujar ibu. Mereka pun berangkat ke ladang. Barang-barang yang dibawa ibu sangat banyak. Ibu meminta Gadih untuk membawakan sebagian, namun Gadih tak mau membantu ibunya. Walaupun baban ibu berat, ibu tetap membawanya. Sepanjang perjalanan ibu memikul bebannya. Sedangkan Gadih berjalan berlenggak-lenggok tanpa membawa satu barangpun.

Sesampainya diladang, ibupun mulai bekerja sedangkan Gadih asyik memakan bekal yang dibawa. “Ayo kita menuai padi, Nak.” Pinta ibu “Emak duluan saja, nanti aku menyusul” sahut Gadih. Ibupun pergi meninggalkan Gadih dan mulai manuai padi yang telah menguning. Burung pipit mulai berdatangan ke tengah ladang, seolah-olah berebutan dengan si ibu. Si ibu mengusir burung-burung itu.
Dan tidak disadarinya Gadih berdiri di belakangnya “Lihat burung pipit itu, Dih.” Kalau tidak cepat kita tuai padi-padi ini kita tak akan dapat padi. Cepat bantu Emak” ujar ibu. Gadih hanya berdiri saja di belakang ibu. “Cepatlah Dih, bantu Mak…” akhirnya dengan berat hati, Gadih pun mulai menuai padi. Tak lama kemudian, Gadih mengeluh “Panasnya…” keluhnya sambil berjalan menuju pondok. Kemudian ia berbaring di pondok tanpa mempedulikan ibunya yang berjemur di tangah ladang.
Akhirnya sang ibupun selesai menuai padi. Saat ibu membersihkan padi-padi dan mengolahnya, datanglah pembeli dari kampung sebelah. Bermaksud untuk membeli padi itu. Ibu hanya menjualnya separuh saja, tapi pembeli itu ingin membeli seluruhnya. Percakapan mereka terdengar oleh Gadih, ia pun menghampiri mereka. “Beli saja semuanya, Pak. Itu padi saya.” Ujar Gadih. Ibunya berkata “Tapi Nak, separuhnya untuk…” “Diamlah!” potong Gadih “Ambillah semuanya, Pak.” “Tak apa kah? Nanti emakmu marah” kata pembeli itu. “Dia bukan emakku, dia ini upahanku untuk menuai padiku ini.” ujar Gadih. Sang ibu terdiam mendengarnya dan meneteskan air mata.

Semua padi habis terjual. Benih padi yang telah dibersihkan ibu juga dijual oleh Gadih. Hasil penjualan padi diambil oleh Gadih. Sedikitpun tidak diberikan kepada ibunya, melainkan digunakan untuk berfoya-foya. Gadih membeli tukuluk. Berkali-kali ibu meminta agar Gadih menyisakan uang untuk acara seratus hari almarhum ayahnya. Namun Gadih tak mempedulikannya. Anak tetaplah anak, tak bisa dipisahkan. Seperti asap dengan api. Sebesar apapun kesalahan anaknya, sang ibu selalu bersabar dan mamaafkan Gadih. Akhirnya meskipun sederhana, ibu tetap bisa membuat acara seratus hari almarhum suaminya.

Hari-hari berikutnya, si ibu ingin kembali menanam padi, namun ia teringat kalau tidak memiliki benih padi lagi. “Kemana harus kucari bibit padi?” katanya dalam hati. Ibu meminta Gadih untuk menemaninya meminjam bibit padi ke ladang orang lain. Entah ada angin apa, Gadih mau menemani ibunya meminjam bibit padi. Di tengah perjalanan Gadih berkata pada ibunya “Nanti Mak diam saja, biar aku yang pinjam pada orang itu”, ujarnya. Ibu hanya mengangguk. Dalam hati ia merasa heran dengan sikap Gadih yang tak seperti biasanya.

Sampailah mereka di tempat yang dituju. Gadih memanggil pemilik ladang dan mengucapkan salam. Kemudian munculah si pemilik ladang. Mereka disambut dengan baik oleh pemilik ladang. Gadih masuk ke rumah, sedangkan ibunya hanya duduk di tangga saja. Sekian lama bercerita dengan pemilik ladang Gadih pun menyebut kan maksudnya.
“Adakah padi Ibu yang bisa kami pinjam?” “ada, Nak. Tapi belum dibersihkan” jawab pemilik ladang. Kemudian pemilik ladang itu turun ke luar rumah dan menuntun Gadih ke tempat benih padi disimpan. “itu padinya” sembari menunjuk sebuah goni*). “Bisakah kami pinjam, Bu? Nanti akan kami kembalikan” ujar Gadih, “Bawalah, tapi padinya harus dibersihkan dulu.” Ujar ibu itu. Gadih menghampiri ibunya dan berkata “Cepat bersihkan! Biar kita cepat pulang” perintah Gadih pada ibunya. Ibunya pun membersihkan padi itu, sedangkan Gadih asyik bercerita dengan ibu pemilik padi itu.

Setelah selesai membersihkan padi, ibu Gadih memasukan padi ke dalam goni, lalu duduk kembali di kaki tangga rumah pemilik padi. “Suruhlah emakmu masuk, biar kita makan bersama-sama.” Pinta pemilik padi. “Dia bukan emak ku, di pembantuku, biarkan saja dia di bawah” kata Gadih.
“Beri dia minum, Nak. Mungkin dia haus” “tidak usah, Bu. Dia bawa air”. Kemudian Gadih makan bersama Ibu pemilik padi itu. Sedangkan ibunya duduk saja di bawah rumah sambil menangis melihat perilaku anaknya itu. “Yah Allah…, apa salahku, sehingga Gadih bersikap seperti itu? Sadarkanlah anakkku, Ya Allah…” batinnya.

Setelah selasai makan, Gadih pamit pulang. “Ayo pulang!” ujar Gadih pada ibunya. Di tengah perjalanan, ibunya berhenti karena letih memikul padi. “Mak haus, Nak” “Makanya, kalau berjalan jauh, bawa air” ujar Gadih. “Ini Mak mu, nak. Bukan Babu mu. Ingatlah pada Allah, Nak. Adzab Allah sangat perih.” Kata ibu sambil menangis.
“Dari dulu Mak menagtakan adzab Tuhan… Adzab Allah…, mana?!” bentak Gadih sembari meninggalkan ibunya, dan ibunya pun menyusulnya dari belakang. Sadarlah kau, Nak. Ingat Allah…” teriaknya dari belakang.

Tak jauh dari kampung, saat Gadih melewati sebuah danau, Gadih terjatuh ke dalamnya. Danau itu tidak terlalu dalam, Gadih berusaha Berdiri, tetapi kakinya terasa berat, seolah-olah ada yang menariknya dari bawah. Badan Gadih semakin lama semakin terbenam. Ibu mencoba menolonganya, namun ia tak berdaya menarik Gadih. Ibu berteriak, dan pergi ke kampung minta pertolongan.

Orang-orang berkumpul, dan segera pergi ke danau tempat Gadih terjatuh tadi. Sampai di sana, Gadih sudah terbenam ke dalam lumpur danau. Mereka mencoba mencari Gadih, namun tak juga ditemukan. Hanya tukuluk milik Gadih yang mereka temukan.Sejak tenggelam nya gadih di danau itu,tak jarang warga kampung melihat sosok yang memakai tukuluk sambil menangis memanggil ibu nya.Mak….ampuni aku mak…..Tolong aku mak…. .Sejak kejadian itu, danau itu diberi nama “Danau Tukuluk”.

*) Menyadap pohon karet
*) Selendang
*) Karung

Puisi

Sesak di Samudra

Aku hanyalah manusia biasa
yang tak memiliki kekuatan
untuk menggali tanah – tanah masa depan
yang tertimbun lumpur – lumpur kelemahan

aku hanyalah manusia biasa
karena aku bukanlah malaikat
yang terus menjaga keabadiannya
untuk mencoba bangkit
lepas dari bayang – bayang kegelapan

Siang, apakah ia akan terbit kembali
aku menyadari waktu telah termakan
dan ... begitu pendek waktu meraih asa

Hingga diripun tersadar akan satu hal
begitu panjang waktu meraih kesia – siaan
bajuku telah usang dan terbakar

kini... aku meraih helaian benang – benang
menutup sisa yang terbuka
hingga terus dan terus tertutup rapat

Oleh:
Muchsin
Mahasiswa FEKON

Minggu, 25 April 2010

Berita Kampus

Langkah Pasti Menuju Qatar

Puluhan mahasiswa dari berbagai Universitas se-provinsi Riau memasuki ruangan aula pustaka yang terletak tinggi disebrang jalan gedung Rektorat Universitas Lancang Kuning. Dengan mengenakan almamater kuning panitia menyambut hangat kedatangan mereka. Tepat pukul 08.00 wib mengawali pertemuan mahasiswa peserta Seminar and Debate Tournament British Parliamentary, Jum’at (2/4).

Kompetisi debat ini dilaksanakan selama tiga hari (2-4 April 2010). Hari pertama bertempat di aula pustaka Unilak dan disuguhi dengan seminar yang bertujuan untuk memberi bimbingan, motivasi dan arahan kepada peserta tentang bagaimana proses yang harus mereka lakukan dalam acara kompetisi yang merupakan program tahunan dikti ini. Hari berikutnya peserta berkompetisi mulai pukul 08.00 hingga pukul 18.00 wib dan bertempat di sembilan ruang kelas FKIP Unilak.

Debat ini ini menghadirkan 72 orang mahasiswa dari 12 Universitas yaitu UIR, UR (Universitas Riau), UIN, Persada Bunda, UPP (Universitas Pasir Pangaraian), UMRI, PCR, UNISI, STAI Tambusai dan Universitas lain yang ada di provinsi Riau. Peserta debat Bahasa Inggris ini bertarung didalam 32 team yang terdiri dari 2 mahasiswa di setiap teamnya. Pada kesempatan emas ini Unilak diwakili oleh 7 team. Untuk juri berasal dari UIR , PCR, UPP, dan UIN Tembilahan.

Debat british parliamentary ini terdiri dari 4 kategori, Opening Government (OG), Closing Government (CG), Opening Opposition (OO), dan Closing Government (CG).
Promotor Debate Syaifullah, M.Pd Kajur Bahasa Inggris FKIP, mengatakan iven ini diperuntukan bagi seluruh mahasiswa tidak hanya untuk mahasiswa FKIP Bahasa Inggris saja akan tetapi mahasiswa jurusan apapun dan Universitas manapun juga berhak untuk ikut andil dalam debate berbahasa inggris ini.

“Debate british parliamentary ini untuk seluruh mahasiswa baik itu bahasa inggris maupun tehnik apapun jurusannya itu dituntut yang pertama adalah daya critical thinking nya” kata syaifullah, ketika ditemui Visi pekan lalu.
Kompetisi yang bertujuan untuk menjalin hubungan silahturahmi ini merupakan program pertama dikti yang diadakan di Unilak.

“kebetulan kita salah satu personil dari Unilak dan karna ini adalah acara perdana, jadi team kita sepakat semuanya untuk melaksanakannya di Unilak, ada 4 orang yang menjadi team saya selaku ketua, bu Safenis dari UIR selaku sekretaris, pak Zainal dari PCR sebagai wakil dan bu asri dari Stikom selaku bendahara” kata Syaifullah menjelaskan.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa acara ini bukan hanya kompetisi yang sekali habis, akan ada kompetisi lanjutan dimana setelah program ini team yang lolos 8 besar akan dikirim ke Kopertis selanjutnya 4 team pemenang berikutnya di kirim ke Jakarta dan 2 team dikirim ke Qatar bagi Universitas swasta, sedangkan Universitas negri langsung dikirim ke Jakarta tingkat nasional dan bagi team yang lulus di jakarta langsung dikirim ke Qatar tingkat internasional.”peserta yang nantinya lulus pada tingkat nasional diberi jaminan oleh dikti yakni berupa lowongan kerja” kata ketua program debate provinsi Riau ini.

Menurut hasil laporan dari ketua panitia pelaksana turnamen debat, Rozi Alfian, mengatakan peserta yang masuk delapan besar diantaranya team dari PCR (Randi-Richard), UR (Diman-Dedi), Persada bunda (Kasman-dede), UIR (Ari-Agustim), 2 team Unilak (Wahyu-desi & Jenni-Inun), serta Anita-Mentari dan Danil-Alfan. Pemenang pertama diraih oleh team dari Persada Bunda, posisi runer-up diraih oleh team dari UR, dan sebagai kategori pemenang ketiga diraih oleh team dari Unilak.
Peserta debat (debater), Kasman mengatakan bahwa ia sangat bangga bisa mengikuti program debate perdana di Riau ini. “Saya sangat bangga karna program ini continuous, saya juga bangga bisa ketemu banyak teman banyak relasi juga disini tidak hanya dari persada bunda tapi dari seluruh Universitas di Riau, jadi kita bisa melihat performance mereka masing-masing itu sangat luar biasa” kata Kasman, mahasiswa semester 6 Persada Bunda selaku pemenang juara peratama. •Visi (Ana/Opi).

Berita

Indra “Menunggu Dalam Tak Pasti”

Ibarat pepatah ”Telah memutih mata menanti, tapi yang dinanti tak kunjung tiba,” demikianlah ungkapan yang tepat untuk pasangan Indara Sani dan Jemmy Astario atas hasil Pemira lalu. Ketegasan dari masing – masing pihak tak menunjukkan bahwa keputusan akan segera mengerucut. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Mengambang, tak jelas, dan tidak ada solusi membuat nasib calon Presma Unilak ini terkatung – katung. Sehingga tak urung menyebabkan semakin mandegnya roda organisasi di Kampus Unilak.

Menyambut keterangan Rektor Unilak Sudi Fahmi dalam Visi edisi 38 lalu, bahwa hasil pemira sah dan akan diresmikan pada saat Pelantikan pengurus IKA (Ikatan Keluarga Alumni) Januari lalu, tetap nihil. Hal ini ditanggapi dengan bijak oleh Indrasani saat ditemui Visi dua pekan lalu.

” Hanya menunggu kepastian,” demikian Indra menyebutkan secara singkat.

Karena ia mengakui telah menunggu selama empat bulan lebih, tapi tetap belum ada keputusan resmi. Tak urung membuat langkahnya tertahan menjalankan program kerja dan rancangan agenda kegiatan organisasi yang telah dipersiapkan.

”Semua kembali pada rektorat, sedangkan BAP telah ada hanya menunggu kepastian saja. Yang penting adalah kekompakan,” terangnya.

Meskipun dalam berbagai event yang berlangsung di lingkup external kampus, ia tetap menghadiri pertemuan itu. Namun bukan dalam kapasitas dirinya sebagai Presiden Mahasiswa (Presma) Unilak, tapi hanya sebagai peminang Pemira.

Indra hanya menyesali keputusan sepihak yang jelas merugikan dirinya. Akibat terkatung – katung keputusan ini membuat dirinya tak dapat melakukan kegiatan dalam mengatasnamakan BEM Unilak. Karena akan dianggap aksi illegal. Padahal tawaran dari berbagai pihak telah banyak datang kepadanya untuk melakukan kerjasama. Ia hanya dapat gigit jari melihat kenyataan yang ada. Secara de facto Indra dan Jemmy keluar sebagai pemenang Pemira, tapi secara administratif tidak. Karena SK belum keluar.

” Belum menjabat sebagai Presma Unilak bagaimana memperjuangkan mahasiswa?”, ungkap Indrasani pada Visi.

Karena tidak tahu dalam koridor sebagai apa akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa. SK belum ada sehingga menteripun tidak bisa dikondisikan. Jika surat sakti tersebut telah keluar maka ia akan segera memenuhi janjinya.•Visi(Reni/Ivo)

AIR MATA UNTUK SAHABAT “SEMANGAT ITU TETAP MEMBARA DI SINI”

Awal Januari 2010, mendung menggelayuti menembus batas mega – mega yang senantiasa berwarna putih dan cerah. Tawa bahagia yang senantiasa menghiasi bibir – bibir manis, sontak berubah menjadi tangisan sepanjang malam. Siapa yang pernah menduga, jika kebahagiaan dan tawa yang dihadirkannya menjadi tawa terakhir atas persahabatan yang terbina selama ini.

Senyuman cerahnya menebar rumah sakit bercorak putih, kiri kanan dipadati oleh keluarga pasien. Tepat di ruang tunggu HCU, semua rekan – rekan Visi berkumpul. Sebuah kecelakaan dipenghujung Desember lalu, telah menimpa Nurhasanah ( Pimred Visi) dan Nur Haida ( Layouter Visi). Semua hadir diruangan itu untuk memberikan semangat dan kasih sayang agar Nurhasanah bisa selamat dari maut.

Sekitar pukul 18.00 wib, mengenakan baju kemeja berwarna merah dan senyum khas ramah memancar dari bibirnya yang dihiasi oleh janggut tipis. Senyuman dan canda tawanya menghiasi dan menyapa hangat semua sahabatnya tanpa ada yang terlewatkan. Saat cacing – cacing di perut ini mulai melilit, beriring – iringan Reni, Jannah, Uli, Ana, Zaitun, dan saya ( penulis) mencari rumah makan terdekat di sekitar lokasi Rumah Sakit Santa Maria. Terbagi dalam dua meja yang saling bersebrangan, tapi tak membuat selera makan ini berkurang.

“Hari ini saya yang teraktir,” ucapnya.

“Waduh, banyak duit nih,” ucap Reni.

“Alhamdulillah, dapat dana beasiswa kemarin. Jadi bisa saling bagi – bagi,” jawabnya santai dan merogoh uang merah seratus ribu kepada kasir.

Semua yang ada tertawa mendengarnya dan sangat senang dengan suasana makan gratis ala rumah makan Padang. Spontak si centil Uli berteriak,”Nan, telor rebus satu ya,” teriaknya diikuti aksi yang serupa oleh Reni si Sekretariat Visi.

Pria yang akrab dengan nama icon detektif kartun itu senyum – senyum manis melihat aksi kocak gadis – gadis yang heboh itu. Akhirnya kami semua berombongan kembali ke ruang perawatan saat azan magrib telah berkumandang dan masing – masing menunaikan ibadah secara bergantian.

“Kawan – kawan saya permisi mau pulang dulu,”pamitnya undur diri saat jam dipergelangan tangan telah meranjak melangkah ke pukul 19.30 wib.

“Kamu balik kemana?”, tanyaku saat ia menghampiriku.

“Ke Minas kak”

“Hari sudah malam, besok saja,” ucapku membujuknya.

“Tidak apa kak, sudah biasa.”

“Yuk, teman – teman saya pulang. Assalamu’alaikum,” ucapnya dan meninggalkan semua sahabatnya yang masih setia menunggui di ruang HCU memastikan kondisi terakhir Nurhasanah yang ternyata mengalami gegar otak ringan akibat kecelakaan di Jalan Rowosari Rumbai. Sebuah sepeda motor melaju kencang saat melintasi sebuah belokan. Tak ayal kecelakaan itu tak dapat dihindari. Niat semula hendak makan siang beramai – ramai di rumah makan lesehan di daerah Rowosari berakhir di rumah sakit Santa Maria. Nurhaida mengalami bengkak di kaki kanan. Tapi, sayang tak ada yang memperdulikannya hingga terbaring lemah di kosan. Karena semua perhatian tertuju pada Nurhasanah yang mengalami shock berat akibat kecelakaan dan muntah sepanjang perjalanan. Kesetiaan Eko Paryono akhirnya membayar semua kesakitan yang dialami sigadis cilik nan imut ini. Pertolongan seorang tukang urut telah mengembalikan kondisinya untuk bisa berlari selincah kancil.

***

Saat lelah menghampiriku sesampai dikosan berlantai tiga, sebuah telpon masuk di ponsel mungilku.

“Conan kecelakaan di Palas,”suara disebrang sana mengagetkanku.

“Apa? Siapa?” ulangku.

“Iya, Conan kecelakaan,” suara Rohani disebrang sana terdengar sangat tergesa – gesa dan nafasnya yang tersengal.

“Kondisinya?”

“Ia meninggal dan kami sedang di TKP. Tolong kabari segera pada keluarganya,” pinta pria yang akrab dipanggil Heru.

Usai berkata demikian pembicaraan terputus dan aku berada dalam alam kembimbangan antara sadar dan tidak. Aku tidak percaya dengan apa saja yang baru didengar oleh daun telinga ini. Betapa sangat inginnya aku berharap bahwa ini hanyalah canda tawa teman – teman yang usil, demikian anganku. Aku tersandar dipinggiran kasur masih dengan tangan memegang handphone erat.

Memoriku berputar pada kebersamaan yang dilalui bersama ia yang kini telah tiada. Senin, 11 Januari 2010 menjadi sebuah tangisan pilu semua sahabatnya di kampus berlogo Burung Hantu. Ali Musa, pria kelahiran 1986 silam ini telah menghadap Sang Pencipta sekitar pukul 21.00 wib seusai diskusi dengan Amalludin ( Mantan Ketua UKMI Al- Fatah Unilak). Menurut informasi yang diberikan oleh pihak Polsek Palas mengatakan bahwa kematiannya murni akibat kecelakaan. Korban menabrak mobil truk yang tengah berdiri di lintas jalan Rumbai – Minas. Tak ada saksi mata yang dapat membuktikan kebenaran itu. hingga akupun tak tahu harus bertanya pada siapa saat melihat sosok jenazahnya di kamar mayat Rsud Arifin Ahmad jam 23.00 wib lalu.

****

Senin, 11 Januari 2010 Pukul 23.00 wib pembuktian cerita. Semua kru Visi dan sahabatnya tak percaya dengan berita itu, semua menganggap itu adalah sebuah lelucon. Karena jauh sebelum kecelakaan tersebut, ada beberapa telpon iseng yang mengatakan bahwa anggota Visi ada yang meninggal. Tapi itu hanya isu belaka. Rasa tak percaya itu akhirnya terbayar sudah saat jenazahnya terbujur di mobil polisi lengkap dengan pakaian dan tasnya. Tubuh itu telah kaku, bibirku membeku, tatapannya kosong, sebuah benturan menghantam dahinya hingga darah menetes.

Tanganku memegang tasnya, basah. Ku fikir itu adalah air, tapi saat mata ini melihat ada yang merah dan aliran panas menyentuh kulitku. Ternyata darahnya yang menempel di tangan kanan ini, ada getaran yang tak mampu ku ungkap dengan kata. Darahnya masih segar dan terasa panas, usai kecelakaan sekitar dua jam lalu. Hingga akhirnya aku segera membasuh tangan pada kegenangan air di lantai ruangan mayat tersebut.

Semua sahabatnya di Kampus Kuning menyemuti ruang mayat RSUD Arifin Ahmad. Semua temannya di berbagai organisasi yang diikutinya turut hadir dan tak ketinggalan sahabatnya sesama aktivis dari kampus lain.

Seorang wanita yang bertubuh subur, cantik, berkerudung duduk dipelataran rumah sakit dengan lafaz istigfar yang tak henti mengalir dari bibirnya. Matanya sembab, aku merangkulnya erat. Kesabaran dan kekuatan imannya terpancar dari ketegarannya menerima takdir. Ummu Jasmani, dari rahimnya lahirlah seorang Ali Musa. Kenangan terakhirnya bersama sibuah hati dipenghujung hayatnya tak dapat ia pungkiri ada sesuatu yang hilang. Sebuah permata yang takkan pernah kembali lagi ia miliki.

Dimata sang bunda sosoknya sangat santun, berbudi, ta’at terhadap agama dan perintah Allah. Air mata menetes dari kedua pelupuk matanya, karena ia takkan pernah lagi mendengar alunan azan dari putranya yang senantiasa berlari ke masjid dekat rumahnya untuk azan Shubuh saat semua mata terlelap. Ataupun suara merdunya saat mengalunkan ayat suci usai sholat fardhu.

Seluruh keluarganya hadir malam itu, Ali Musa meninggalkan ayahnya Abu Zulfar yang menatap jenazah putranya dengan bahasa yang sukar dilukiskan. Saudaranya ukhti ani, ukhti oja, ukhti bucia, ukhti yesi dan akhi eki dalam kesabaran yang tiada tara.

Siapa yang tak kenal Ali Musa, mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer (Filkom) angkatan 2008 ini, seorang aktivis muda, penuh semangat membara dan senantiasa mau untuk belajar. Kegigihan dan kecintaannya terhadap organisasi dan kampus terlihat dari aktivitasnya yang sebagian besar di kampus Unilak. Bahkan menjelang ajal menjemput, ia baru saja meninggalkan kampus pada pukul 21.00 wib hanya untuk membahas organisasi.

Diusianya yang masih sangat belia, semangat tinggi, kritis dan vokal, pria muda ini adalah harapan ke depan bagi lahirnya aktivis kampus. Semangatnya di UKM Pers VISI terasa begitu hidup. Kecintaannya terhadap dunia jurnalistik telah menghantarkannya ikut dalam pelatihan Tingkat Lanjut di Tapis Berseri, Lampung tahun lalu. Ia bergabung di Visi tahun 2009 lalu dan baru diangkat sebagai kru tetap Juni 2009.

Sebuah perjuangan dan semangat yang jarang ditemukan dalam perkembangan kehidupan kampus kita. Masih akankah lahirnya Ali Musa atau Conan lain di kampus kita? Yang dengan semangat membara mempersembahkan yang terbaik untuk kampus dan mengharumkan nama Universitas Lancang Kuning di dunia luar? Sudah selayaknya hati kita semua terketuk, bahwa waktu sangat sempit. Ajal tak mengenal usia dan kesempatan untuk berbuat baik dibatasi oleh waktu.

Masih ada waktu bagi semua sahabat di Kampus Kuning ini untuk kembali bersatu, bahu membahu, berfikir ke depan dengan berbagai pertanyaan. Apa yang telah aku persembahkan untuk kampusku? Apakah aku telah sungguh – sungguh berkorban untuk mengerahkan fikiran dan tenaga membuat kampus kita menjadi yang terbaik? Apakah kita telah satu suara untuk melangkah? Masihkah ada suara – suara sumbang yang senantiasa saling lempar kesalahan?

Kampus Kuning telah kehilangan satu pilar, tapi kehilangannya akan melahirkan ribuan pilar lain yang akan membuat Unilak bersinar. Semua perselisihan dan keegoan dari hati kita semua harus diredam. Kesuksesan itu tak hanya bisa dicapai bila hanya satu yang bekerja. Ibarat lidi yang berserakan jika ia tak ada arti. Namun jika lidi itu yang berserak itu disatukan dan diikat barulah dapat dirasakan manfaatnya.

Sosoknya telah tiada, UKM Pers Visi pun telah kehilangan aset terbaiknya. Namun tak boleh surut untuk melangkah. Perjuangan itu harus dilanjutkan bagi kita semua yang masih cakap dan memiliki waktu untuk berbuat. Tak guna saling tuding siapa yang benar dan siapa yang salah, tapi temukanlah solusi.

Selamat jalan sahabat, ragamu telah tiada di sini, tapi semangat juangmu akan terus hidup dan membara.•Visi (ivo)

Selasa, 06 April 2010

Kunjungan Ke Tribun Pekanbaru

Semangat Peserta Dalam Sesi "Lay Out" Pemateri Sobirin Zaini S.Ip

Suasana Diskusi Reportase Dasar Ke-VIII

Artikel


Edisi ke 39
Kolom Artikel


Demo(n)Terasi
oleh : Satria Batubara S.Kom


Demonstrasi. Ada kesan luar biasa ketika menyebut kata ini sebelum gelombang reformasi melanda Indonesia. Melakukan aksi demonstrasi saat rezim orde baru masih berkuasa, berarti harus sudah siap lahir bathin untuk menanggung berbagai resiko yang tidak diinginkan. Resiko paling umum adalah diciduk aparat dan diinterograsi berjam-jam lengkap dengan gaya-gaya intimidasi dan teror mental. Sedangkan resiko paling berat adalah diculik atau hilang malam dan tak bakalan nampak lagi batang hidungnya.

Pada masa-masa itu, demonstrasi adalah simbol perlawanan dan perjuangan atas penindasan dan perlakuan tidak adil yang dilakukan aparat negara. Demonstrasi juga sebuah hajatan yang dilakukan melalui perencanaan dan perhitungan yang matang dengan tujuan yang jelas dan pasti.

Kesan sakral dan heroik ketika menyebut kata demonstrasi itu kini telah berubah. Demonstrasi setelah negeri ini menikmati era reformasi tak ubahnya aktivitas sehari-hari yang tak ada istimewanya. Demonstrasi sama biasanya seperti kita pergi kuliah atau pergi ke kantor untuk mencari nafkah. Bahkan, pada kondisi-kondisi tertentu, aksi demonstrasi mulai ditanggapi sebagai aktivitas kurang kerjaan dan bahkan dinilai mengganggu kenyamanan.

Aksi demonstrasi memang sudah menjadi pemandangan sehari. Ada saja kelompok masyarakat yang menyampaikan aspirasinya dengan melakukan aksi turun ke jalan. Demonstrasi juga bukan lagi domain istimewanya para mahasiswa, sebab berbagai unsur masyarakat, mulai dari buruh, guru, kepala desa, bahkan anak-anak SD pun sudah piawai pula berorasi sambil menenteng aneka spanduk.

Dalam konsep demokrasi, menyalurkan aspirasi melalui demonstrasi atau unjuk rasa memang hal yang biasa disamping menyalurkannya melalui jalur politik dengan mengadu kepada wakil rakyat atau menyampaikan gagasan lewat media massa. Di Indonesia aksi demonstrasi juga diakui dan diatur dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 9 Tahun 1998 yang menjelaskan, bahwa hak para demonstran meliputi hak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas, serta hak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Sedangkan kewajiban para demonstran dalam melakukan demonstrasi, meliputi kewajiban untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum yang berlaku, serta berkewajiban untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum.

Persoalannya, sejauh apa dampak aksi demosntrasi dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang berlangsung dan seberapa efektif aksi demonstrasi membuat orang-orang yang dituntut memenuhi aspirasi mereka yang melakukan demonstrasi? Faktanya, tidaklah siginifikan. Bahkan, seiring dengan pengetahuan masyarakat (termasuk mahasiswa) terhadap eksistensi, fungsi, dan bentuk demonstrasi mahasiswa, saat yang sama ada gejala masyarakat mengapriorikan demonstrasi itu sendiri.

Demontrasi kehilangan dukungan bukan karena eksistensi, fungsi, dan bentuknya bertentangan dengan kehendak masyarakat, melainkan karena demonstrasi telah mengalami titik jenuh! Setiap anggota di dalam masyarakat kini bisa berhimpun lalu berdemonstrasi, ada atau tanpa kehadiran aktivis (gerakan) mahasiswa. Demonstrasi pada era transisi rezim mengalami pengklimaksan secara jumlah. Demonstrasi makin membiak, tidak lagi eksklusif sebagai lahan kerja gerakan mahasiswa. Yang lebih ironis, demosntrasi kini malah telah menjadi sumber mata pencaharian orang-orang tertentu, bahkan segelintir oknum mahasiswa. Demonstrasi telah menjadi barang orderan. Ada uang ada aksi.

Masyarakat Indonesia sebenarnya sudah jenuh dengan berbagai aksi demonstrasi yang selalu mengatasnamakan rakyat yang akhirnya justru malah menimbulkan kesengsaraan pada rakyat. Demonstrasi jika diselenggarakan dengan ”keliaran” dan brutal sesungguhnya menginjak-injak demokrasi. Karena, selain mengajarkan kebebasan mengekspresikan pendapat, demokrasi juga menganjurkan teknik, prosedur, dan mekanisme yang beradab serta menghormati perbedaan pendapat. Bahkan itulah inti demokrasi.

Melihat fenomena aksi demonstrasi yang semakin tidak mendapat apresiasi positif dari masyarakat, maka perlu dipikirkan oleh para aktivis mahasiswa untuk mencari format baru gerakan mahasiswa dalam menjalankan perannya sebagai sosial kontrol danagen perubahan, misalnya, dapat diwujudkan melalui peran pemberdayaan dan pendidikan politik, advokasi, bahkan ligitasi terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat. Sekalipun tak dapat kita pungkiri bahwa tingkat masivisitas format itu masih terhalang oleh kultur gengsi mahasiswa, tetapi jika mampu dibangun secara perlahan-lahan tentu akan lebih menemukan signifikansi gerakan mahasiswa untuk berpartisipasi menyelesaikan persoalan bangsa ini.

Selain itu, peran mahasiswa yang harus tetap dipertahankan adalah dalam kerangka gerakan politik yang dijalankan. Ruang lingkup politik kekuasaan negara selayaknya memang harus mulai ditinggalkan oleh gerakan mahasiswa. Kembali ke tengah kancah, dalam arti, mengembangkan kultur politik kebangsaan yang mengedepankan prinsip bahwa gerakan mahasiswa adalah media atau jembatan untuk mengontrol pemerintah dalam setiap pembuatan kebijakan dan mengaspirasikan kepentingan rakyat.

Penulis percaya bahwa saat krisis kepercayaan sudah begitu parah melanda negeri ini, kata-kata dan janji-janji sudah tidak ada artinya lagi. Kepercayaan rakyat hanya dapat diperoleh dengan melakukan aksi nyata yang bermanfaat, sekecil apapun aksi tersebut. Masyarakat pasti akan berterima kasih kepada mahasiswa yang turun langsung ke desa-desa membantu menyelesaikan riildi desa itu daripada kepada mahasiswa yang sibuk teriak-teriak soal bangsa dan negara di gedung DPR RI tapi tak berbuat apa-apa bagi masyarakat di sekitarnya.

Sudah saatnya gerakan mahasiswa tidak lagi mengandalkan demonstrasi sebagai wahana penyampaian aspirasi dan tuntutan. Kalau pun memang dirasa perlu, demosntrasi harus dilakukan dengan cara-cara yang santun, tidak anarkis, tidak mengganggu ketertiban umum, dan murni untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Yang tidak kalah penting, harus ada langkah kongkrit untuk menindaklanjuti aksi demonstrasi tersebut, baik dengan cara-cara lobi, negosiasi maupun advokasi. Kalau tidak, maka demonstrasi hanyalah akan menjadi demo terasi alias demo yang baunya kemana-mana seperti halnya bau terasi, tapi hasilnya cuma nol besar.

Penulis
Dosen UIN Susqa